Jumat, 08 Februari 2013

Dialog Abu Hanifah vs Atheis



Imam Abu Hanifah  r.a pernah bercerita : Ada seorang ilmuwan besar, Atheis dari kalangan bangsa Romawi, tapi ia orang kafir. Ulama-ulama Islam membiarkan saja, kecuali seorang, yaitu guru Imam Abu Hanifah r.a, oleh karena itu dia segan bila bertemu dengannya.

Pada suatu hari, orang-orang berkumpul di masjid, orang kafir itu naik ke mimbar dan menantang untuk bertukar pikiran dengan siapa saja, dia hendak menyerang ulama-ulama Islam. Di antara shaf-shaf masjid bangunlah seorang pemuda, dialah Abu Hanifah r.a dan ketika sudah berada dekat depan mimbar,
dia berkata: "Perkenankan saya, untuk bertukar-fikiran dengan tuan". Mata imam Abu Hanifah r.a berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap rendah hati dikarenakan usianya yg masih muda. Lalu dia pun mulai berkata: "Katakan pendapat tuan!". Ilmuwan kafir itu heran akan keberanian Imam Abu Hanifah r.a, lalu bertanya:

Atheis : Pada tahun berapakah Rabbmu dilahirkan?Imam Abu Hanifah r.a : Alloh SWT berfirman: "Dia (Alloh SWT) tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan"
Atheis : Masuk akalkah bila dikatakan bahwa Rabbmu ada pertama yang tiada apa-apa sebelum-Nya?, Pada tahun berapa Dia ada?
Imam Abu Hanifah r.a : Dia berada sebelum adanya sesuatu.
Atheis : Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dan nyata!
Imam Abu Hanifah r.a : Tahukah tuan tentang perhitungan?
Atheis : Ya.
Imam Abu Hanifah r.a : Angka berapa sebelum angka satu?
Atheis : Tidak ada angka (nol).
Imam Abu Hanifah r.a : Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau sebelum Alloh SWT Yang Maha satu yang hakiki tidak ada yang mendahuluiNya?

Atheis : Dimanakah Rabbmu berada sekarang?, sesuatu yang ada pasti ada tempatnya.
Abu Hanifah r.a : Tahukah tuan bagaimana bentuk susu?, apakah di dalam susu itu ada keju?
Atheis : Ya, sudah tentu.
Imam Abu Hanifah r.a : Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bagian mana tempatnya keju itu berada?
Atheis : Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu diseluruh bagian.
Imam Abu Hanifah r.a : Kalau keju yang hanya berupa makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat  Alloh SWT?, Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!

Atheis : Tunjukkan kepada kami zat Rabbmu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?
Imam Abu Hanifah r.a : Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal?
Atheis : Ya, pernah.
Imam Abu Hanifah r.a : Semula ia masih berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu?
Atheis : Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya.
Imam Abu Hanifah r.a : Apakah waktu keluarnya ruh itu tuan masih ada disana?
Atheis : Ya, masih ada.
Abu Hanifah r.a : Ceritakanlah kepadaku, apakah ruhnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau menguap seperti gas?
Atheis : Entahlah, kami tidak tahu.
Imam Abu Hanifah r. : Kalau tuan tidak mengetahui bagaimana zat maupun bentuk ruh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan dapat memaksaku untuk mengutarakan zat Alloh SWT?!!

Atheis : Ke arah manakah Tuhanmu sekarang menghadapkan wajahnya? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai arah?
Imam Abu Hanifah r.a : Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap?
Atheis : Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.
Imam Abu Hanifah r.a : Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Alloh SWT Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya langit dan bumi.

Atheis : Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?
Imam Abu Hanifah r.a: Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya.
Atheis : Bagaimana kita dapat makan dan minum di syurga tanpa buang air kecil dan besar?
Imam Abu Hanifah r.a : Tuan sudah mempraktekannya ketika tuan berada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia.
Atheis : Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan/diberikan kepada para penghuni syurga?
Imam Abu Hanifah r.a : Alloh SWT juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan/diberikan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang.

"Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang sedang Alloh SWT kerjakan sekarang?" tanyak Atheis. "Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan", pinta Imam Abu Hanifah r.a.kemudian Ilmuwan kafir itu turun dari mimbarnya, dan Imam Abu Hanifah r.a naik di atas. "Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan.
Tuan bertanya apa pekerjaan Alloh SWT sekarang?". Ilmuwan kafir mengangguk. "Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir yang tidak pantas seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Alloh SWT setiap waktu". Para hadirin puas dengan jawaban yang diberikan oleh Imam Abu Hanifah r.a dan begitu pula dengan orang kafir itu.

Imam Abu Hanifah berdebat dengan seorang yang atheis, dia menanyakan ” Apakah anda percaya bila saya katakan ada sebuah kapal dengan muatan yang penuh di tengah tengah ombak besar lautan ia tetap bisa berlayar dengan baik meskipun tanpa nahkoda ? Orang atheis itu pun menjawab ” Tentu tidak percaya”. Nah, begitu pula dengan alam semesta ini, …bagaimana mungkin alam semesta ini yang sangat luas dapat berjalan sangat teratur dengan sendirinya ? tentulah ada yang menciptakannya, kata Imam Abu Hanifah.
Di waktu lain Syeikh Abu Hammad diundang oleh orang orang atheis yang ingin berdebat dengannya periha “Dzat Allah”. Karena sesuatu hal Syeikh Abu Hammad memerintahkan mruidnya, Imam Abu Hanifah untuk memenuhi undangan kelompok orang atheis tersebut. Percakapan pun dimulai.
Orang Atheis : “Tahun berapa tuhan engkau diciptakan ?”
Imam Abu Hanifah : ” Tuhan tidak dilahirkan, kalau tuhan dilahirkan tentunya dia punya ayah dan ibu, lam yalid wa lam yuulad”.
Orang Atheis : “Tahun berapakah tuhan muncul ?”
Imam Abu Hanifah : ” Tuhan ada sebelum adanya waktu dan penanggalan, Tuhan lah yang menciptakan waktu”.
Orang Atheis : “Kami minta contoh kongkrit”.
Imam Abu Hanifah: Bilangan berapa sebelum empat ?”
Orang Atheis : ” Tiga”.
Imam Abu Hanifah: Bilangan berapa sebelum tiga ?”
Orang Atheis : ” Dua”.
Imam Abu Hanifah: Bilangan berapa sebelum dua ?”
Orang Atheis : ” Satu”.
Imam Abu Hanifah: Bilangan berapa sebelum satu ?”
Orang Atheis : ” Tidak ada “
Imam Abu Hanifah: Jika dalam ilmu hitung saja tidak ada sebelum satu, bagaimana dengan satu hakiki adanya tuhan ? Sesungguhnya Dia lah yang permulaan dan yang akhir”.
Orang Atheis : “Kemanakah arah Tuhan menghadap?”
Imam Abu Hanifah:” Jika kita menghadapkan sebuah lampu di dalam kegelapan, maka ke arah manakah cahaya lampu itu?”
Orang Atheis : ” Ke semua arah “
Imam Abu Hanifah : ” Begitulah , juka cahaya yang dibuat oleh manusia saja seperti itu bagaimana dengan cahaya langit dan bumi?”
Orang Atheis : ” Bagaimana bentuk Dzat Tuhan, apakah dia seperti air, besi atau seperti asap ?”
Imam Abu Hanifah : “Pernahkah anda melihat orang sakratul maut dan meninggal ? apakah yang terjadi ?”
Orang Atheis : “Keluarnya ruh dari jasad “.
Imam Abu Hanifah : ” Bagaimana bentuk ruh ?”
Orang Atheis : “Kami tidak tahu”
Imam Abu Hanifah : ” Bagaimana kita bisa menjelaskan ruh Dzat Tuhan, sementara ruh ciptaan -Nya saja anda tidak tahu”.
Orang Atheis : “Lantas di tempat manakah tuhan berada ?”
Imam Abu Hanifah : “Kalau kita menyuguhkan susu segar, maka di dalam susu itu adakah minyak samin ?”
Orang Atheis : “ya.
Imam Abu Hanifah : ” Dimanakah letak minyak samin ?”
Orang Atheis : “Minyak samin itu bercampur menyebar di dalam kandungan susu”.
Imam Abu Hanifah : ” Bagaimana aku harus menujukkan dimana Allah berada, kalau minyak samin yang ciptaan manusia saja tidak dapat anda lihat dalam kandungan susu itu ?”
Orang Atheis : “Jika semua yang ada dunia ini sudah ditakdirkan, lalu apa yang dikerjakan Tuhan sekarang ?”
Imam Abu Hanifah : ” Menunjukkan apa yang telah diciptakan -Nya, meninggikan derajat sebagian manusia dan merendahkan sebagian manusia lainnya.
Orang Atheis : ” Jika waktu permulaan masuknya manusia ke surga ada, mengapa tidak ada akhir waktunya “
Imam Abu Hanifah : ” Bukankah ilmu hitung yang kita kenal ada awalan, namun tidak ada akhirannya ?”
Orang Atheis : ” Jika di surga diceritakan ada selalu ada makan – seperti di dunia sekarang ini, kenapa tidak ada buang air besar atau buang air kecil ?”
Imam Abu Hanifah : “Bukankah selama 9 bulan di kandungan janin selalu makan melalui darah ibu, dan tidak buang air besar atau air kecil ?
Orang Atheis : ” Bagaimana mungkin kenikmatan makanan di surga tidak akan habis selamanya ?” padahal terus menerus dimakan “.
Imam Abu Hanifah : ” Bukankah kalau ilmu yang diamalkan tidak membuat kita bodoh, justeru membuat kita lebih pintar ?”
Itulah pembuktian akal atas Dzat Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Pencipta. Sesungguhnya akal kita diciptakan dalam keterbatasan, namun demikianlah Allah memerintahkan kita untuk selalu berpikir atas segala sesuatu yang telah diciptakan Nya.
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.(QS.59.21)
Alangkah celakanya kita, kalau semua tanda tanda kekuasaan Allah swt yang terlihat dan terasa oleh kita saja tidak dapat menumbuhkan suatu bentuk keimanan dalam diri kita. Perasaan iman adalah fitrah yang tidak mungkin dibohongi oleh semua makhluk Tuhan, mungkin secara lisan dia tidak mengakuinya, tetapi hakikat iman pastilah ada di dalam ruhnya masing-masing.
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.(QS.22.73)
Bagaimana mungkin manusia yang sombong dapat melakukan atau menciptakan sebuah atau sesuatu barang satu saja persis seperti yang Allah ciptakan ? Tidaklah mungkin. Teknologi manapun tidak akan pernah membuat atau menciptakan persis dengan yang Allah ciptakan.
Dan apabila ada orang yang kufur (tertutupi) atas kekuasaan Allah swt, maka semata mata karena mereka tidak mengerti, yang pada akhirnya ketidakmengertiannya akan menutupi mata hatinya sendiri, padahal hati mereka yang sebenar benarnya mengakui atas Dzat Allah swt Sang Pencipta.
Akhirul kalam, tidakkah kita malu kepada Sang Pencipta padahal kita tahu bahwa kita ada yang menciptakan. Masih pantaskah kita menyombongkan diri di hadapan Dzat Yang Maha Besar? Tidaklah setiap orang menciptakan dirinya sendiri, sehingga ia dapat menyombongkan diri.
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?(QS.52.35)
“Sesuatu yang tidak ada, tidak mungkin menciptakan sesuatu yang ada “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAMIANG

SYAIR ABAH GADENG TAMIANG Gunung ceremai menjulang tinggi Indah dilihat diwaktu pagi Sungguh saying yang tau diri Tapi tak ma...